Cara Membuat SOP untuk Startup dan Perusahaan Kecil

Membuat SOP untuk Startup – Saya sempat bertemu Andi Andries, teman lama di industri finansial yang kini terjun di startup fintech bernama Investree. Dari obrolan itu, saya banyak menyerap pengalaman darinya, terutama tentang menghadapi generasi millennial, tantangan mengelola startup, serta kompetisi dalam bisnis digital.
Sebagai orang yang sangat percaya dengan kekuatan standard operating procedures (SOP), tidak lupa saya berpesan untuk segera menguatkan tim dengan memastikan SOP berjalan baik. Respons teman saya ini cukup menarik, katanya:
“Nah ini dia! Walaupun kami di manajemen sangat percaya dengan manfaat SOP, namun tampaknya bagi kami yang bekerja di perusahaan startup, SOP ini masih sebagai paperwork saja. Apalagi generasi millennial sepertinya sudah tidak mau membaca dokumen-dokumen tebal!”
Komentar dia cocok sekali dengan perhatian saya tentang SOP. Saya ingin mendorong perusahaan-perusahaan yang lahir di zaman digital untuk merombak pola pikir mereka tentang SOP.
Dan dari hasil diskusi tersebut, kami punya beberapa ide yang bisa menjadi tip praktis membuat SOP yang benar-benar bisa membantu bisnis perusahaan kecil dan startup. Apa saja?

Fokus pada manfaat SOP

Setiap kali kita menyebut SOP, umumnya karyawan dan manajemen langsung membayangkan dokumen tebal yang, ujung-ujungnya, lebih sering menjadi pajangan atau kewajiban training saja. Selebihnya, SOP justru dilupakan, bahkan dihindari.
Jika kamu adalah founder sebuah perusahaan baru atau startup, ingatlah bahwa fungsi utama SOP adalah membantu kamu dan karyawanmu bekerja agar bisnis semakin maju. Itu saja!
Jika kamu menggunakan prinsip di atas, gunakan semua media atau dokumentasi yang bisa digunakan untuk memastikan kamu dan karyawan mudah bekerja: checklist, process flow, deskripsi detail, video tutorial, animasi, workflow dalam bentuk aplikasi atau software, dan lainnya. Kamu juga bisa mengombinasikan beberapa hal di atas sesuai kebutuhan.
Selalu ingat, SOP terbaik adalah yang membuat proses berjalan otomatis. Tujuan akhir kamu adalah automated workflow. Misalnya begini, anggaplah proses membuat invoice di perusahaan kamu sering merepotkan dan membuat pembayaran sering terkendala.
Coba bayangkan bila kamu punya SOP dalam aplikasi di smartphone yang bisa punya sequence otomatis. Mulai dari reminder/ notification untuk mengingatkan karyawan kamu membuat invoice, meminta approval, sampai memastikan uang masuk ke rekening perusahaan untuk setiap barang atau jasa yang telah kamu jual. Jika ini berjalan mulus, invoice kamu akan bebas dari kendala internal. Semua tergantung klien yang harus membayar.

SOP perlu untuk growth dan scalability

Jika perusahaan kamu selamanya hanya perlu empat hingga lima orang karyawan, mungkin kamu tidak perlu SOP. Tapi jika kamu melihat perusahaan akan berkembang, dari empat karyawan menjadi empat ratus karyawan, maka sejak awal kamu perlu memastikan perusahaanmu bisa “direplikasi” dengan cepat.

Bagaimana caranya?

Kamu harus membayangkan SOP sebagai modul-modul untuk replikasi pekerjaan atau karyawan dengan cepat. Sekali lagi, gunakan format atau media yang paling efektif untuk replikasi.
Tidak usah mendengarkan omong kosong bahwa SOP harus dokumen tertulis dengan standar-standar tertentu. Jika dengan apa yang kamu buat, setidaknya ada dua orang karyawan bisa melakukan pekerjaan yang sama secara konsisten dengan sedikit supervisi, maka SOP kamu sudah berfungsi dengan baik.

Oke, lalu dari mana memulainya?

Jika kamu bingung mulai dari mana, sebagai founder startup, kamu bisa memulainya dari pekerjaan yang kamu anggap paling menyita waktu namun bukan core competency kamu. Pekerjaan-pekerjaan ini cukup menguras energi kamu dan harus segera dilimpahkan kepada orang lain.
Ingatlah, kamu adalah seorang CEO—Chief Executive Officer bukan Chief Everything Officer. Klien dan pengguna mengharapkan pengalaman yang konsisten saat berhubungan dengan perusahaan kamu, baik saat berhadapan dengan kamu maupun dengan karyawan. Itulah tujuan utama SOP.

Ada SOP, tapi tidak dilakukan

Banyak sekali pemilik usaha yang mengeluh bahwa SOP yang ada tidak dijalankan. Bahkan di perusahaan besar, SOP ini menjadi momok nomor wahid!
Untuk perusahaan besar, kesalahan utama ini terjadi karena mereka terlalu gemar membuat SOP sebagai dokumen prasyarat tender atau sertifikasi. Hasilnya akan dipajang sejajar dengan Encyclopedia Britannica di rak perpustakaan.
Jika perusahaan kamu adalah perusahaan startup digital, sebaiknya buat semua SOP berjalan sebagai bagian dari workflow, apalagi jika bisa diakses dengan perangkat mobile.
Jika otomatisasi belum bisa dilakukan, pastikan SOP kamu dalam bentuk yang mudah dipahami dan dilakukan. Yang pasti, hindari membuat SOP berupa dokumentasi kertas saja.
Kamu juga perlu mengevaluasi pencapaian secara reguler. Kamu bisa membuat semacam dashboard atau key performance indicator (KPI) yang menjadi ukuran keberhasilan sebuah proses.
Sebagai ilustrasi, untuk memastikan SOP sebuah mobil berjalan baik, kamu sebagai sopir hanya perlu memperhatikan dashboard, tidak perlu melihat keseluruhan proses setiap waktu. Namun saat ada indikator mesin panas atau bensin habis, saat itulah kamu harus turun memeriksa.
Hal yang sama berlaku untuk para founder dan pemilik perusahaan. Kamu perlu membuat satu atau dua KPI sederhana di setiap proses untuk SOP yang ada. Monitor pelaksanaan SOP dari KPI tersebut. Jika ada hal-hal yang berjalan tidak baik (atau sangat baik), berikan masukan kepada karyawan kamu. Lakukan hal ini terus -menerus sampai SOP menjadi sebuah kebiasaan.