11Mar
Kegagalan Startup Menurut Pengakuan Para Founder
Kegagalan Startup – Startup yang gagal sangat cepat tenggelam dan terlupakan; namun bila mengenai kesuksesan, startup juga yang paling cepat disorot media. Hal tersebut merupakan kewajaran karena sesuatu yang berhubungan dengan kesuksesan dan positif selalu menginspirasi. Meskipun, seperti kata pepatah, kegagalan adalah guru terbaik. Walaupun tidak banyak startup yang ingin mengenang kegagalannya, banyak startup yang akhirnya mau berbagi karena ekosistem startup yang sudah mulai matang.
Perusahaan riset VC, CB Insight telah menyusun berbagai alasan kegagalan startup, dan pelajaran tersebut menjadi dasar analisis mereka sebagai buku panduan bagi startup. Para analis berpendapat bahwa semakin banyak startup maka semakin banyak jenis alasan kegagalan, meskipun juga ada alasan sama yang berulang. Hal yang perlu diingat adalah tidak hanya ada satu alasan yang membuat startup gagal, tapi biasanya merupakan gabungan dari berbagai alasan. Berikut 10 alasan teratas kegagalan startup:
Tidak menyediakan kebutuhan pasar
Alasan utama kegagalan startup adalah mereka hanya mengembangkan apa yang mereka ingin lakukan alih-alih memenuhi kebutuhan pasar: 42 persen startup gagal yang disurvei oleh CB Insight menyebutkan hal tersebut sebagai alasan kegagalan. Mereka membangun startup yang elegan, dan mencari permasalahan yang cocok. Salah satu startup jenis tersebut, Patient Communicator, mengungkapkan:
Saya menyadari bahwa startup kami tidak memiliki konsumen karena tidak ada satupun orang yang tertarik dengan bisnis model yang kami tawarkan. Dokter membutuhkan lebih banyak pasien, bukan kantor yang efisien.
Jadi jangan terburu-buru untuk membangun bisnis. Identifikasi poin masalahnya, dan lalu temukan solusi.
Kehabisan uang
“Meskipun telah melakukan beragam pendekatan dan perubahan dalam mengikuti kebutuhan pasar (dan monetisasi), Flud akhirnya kehabisan dana.” Masalah yang dialami Flud juga dialami oleh 26 persen startup yang mengikuti survei. Ini menunjukkan pentingnya kematangan perencanaan serta alokasi dana dan waktu. Anda tentunya tidak menginginkan startup kehabisan dana sebelum berhasil.
Tidak menemukan tim yang tepat
Startup bisa saja gagal bila anggota timnya tidak memiliki visi yang sama. Dibutuhkan keragaman kemampuan yang dimiliki untuk terus berjalan. Hal tersebut juga menjadi alasan VC untuk mendanai startup yang memiliki dua atau lebih co-founder. Sebuah studi dari Standout Jobs menjelaskan: “Tim founder tidak bisa membangun Minimum Viable Product atau prototipe produk sendirian. Kami bisa saja menambah co-founder, namun kami tidak melakukannya.” Tidak ingin melepaskan equitas atau takut terhadap perbedaan personaliti kadang dapat mencegah pembentukan tim yang baik. Partner yang berpengalaman juga dapat bertindak sebagai pemberi ide tambahan dan menyediakan tambahan modal saat kekurangan.
Mengabaikan kompetisi
Para startup sering disarankan untuk fokus pada yang mereka jalani dibandingkan melihat persaingan yang ada. Sayangnya hal tersebut dapat berakibat sangat fatal. Mengabaikan kompetitor mendapat suara 19 persen dalam survei kegagalan startup. Salah satunya Wesabe, yang mengakui bagaimana mereka yakin untuk mengatasi masalah konsumennya dengan menyediakan privasi lebih dan membuat mereka kurang bergantung pada single provider. Namun hal tersebut berakibat fatal. “Sehingga membuat Mint (pesaing Wesabe) memiliki celah lebih banyak untuk menyusul lebih cepat.”
Baca Juga : Struktur Tim Ideal untuk Startup Kita
Ketidak sesuaian harga
Memberi harga pada produk atau jasa baru dapat menjadi bagian paling sulit sebelum diluncurkan di pasar. Pengalaman ini serupa dengan yang dialami oleh startup Delight IO. Mereka telah memiliki biaya langganan bulanan yang memberi penggunanya rekaman dalam jumlah tertentu. Masalah ini berujung pada banyaknya pelanggan yang berguguran karena merasa dikecewakan. Alasannya karena pengguna mengatakan banyak yang menyediakan harga lebih murah. Akhirnya Delight IO mengatasi masalah biaya langganan ini berdasarkan durasi lamanya rekaman, dan biaya rekaman mulai naik. Jadi masalah ini bukan hanya tentang harga, tapi juga harapan yang diinginkan.
Bukan produk yang mudah digunakan
Kadang developer merasa sangat hebat dengan karya yang dihasilkan tanpa berpikir apa yang diinginkan pengguna. Contohnya, startup spesialis game yang mengharuskan penggunanya mengerti ‘sulitnya pembuatan website’. Tentunya hal tersebut sangat mengganggu penggunanya untuk langsung ke game inti dan melihat cara kerja website. GameLayers mengakui hal ini setelah gagal:
Bila melihat kebelakang, saya yakin kami harus merapikan tampilan website, membuang ego kami, dan membuat sesuatu yang lebih mudah dan menyenangkan, dalam tampilan pertama interface.
Hal yang diperlukan adalah empati terhadap pengguna, namun hal tersebut tidak mudah.
Model bisnis tidak sempurna
Sebuah startup dapat terus maju dan berbuah manis sebelum jatuh di saat harus melakukan peningkatan. Ini karena bisnis model yang dijalani hanya di beberapa saat, dan tidak berjalan baik saat harus menghasilkan uang di skala lebih besar. Seperti yang dialami Tutorspree yang menaikkan traksi, dan bahkan terpilih untuk inkubasi oleh Y Combinator, namun tidak mampu menguntungkan. Akhirnya, mereka hanya berfokus pada SEO.
“Kami sangat bergantung pada sebuah channel, namun tiba-tiba channel tersebut berbalik menghancurkan,” jelas Tutorspree.
Tidak mementingkan marketing
Dari semua startup yang gagal, hanya 14 persen yang menyebut “tidak mementingkan proses marketing” sebagai alasan kegagalan mereka. Kebanyakan startup yang gagal dalam hal ini didirikan oleh mereka yang mengerti dunia online dan paham coding dan membangun produk atau jasa, namun tidak berpengalaman dalam berpromosi atau menemukan konsumen.
Kasus ini dialami oleh Overto. “Di beberapa periode awal, angka pengguna naik secara sistematis. Lalu kemenangan tersebut membuat kami lupa diri. Padahal seharusnya di titik tersebut kami melakukan marketing. Sayangnya tidak ada satupun dari tim yang mengerti tentang marketing. Lebih buruknya lagi, tidak ada yang memiliki waktu menambal lubang masalah tersebut.” Memahami target konsumen, mendapatkan perhatian mereka dan menjadikan mereka sebagai konsumen merupakan hal vital di tiap bisnis, namun banyak founder startup yang mengabaikannya, bahkan tidak pula mencari bantuan kepada yang ahli.
Kekurangan feedback dari konsumen
Visi yang tidak jelas menjadi kegagalan bagi banyak startup. Saat harus memasarkan produk atau jasa kepada publik dan biarkan konsumen mencobanya merupakan hal yang sulit diputuskan, namun menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya sempurna akan mengaburkan harapan juga. “Kami berpikir barang yang kami hasilkan telah bagus, namun sayangnya kami tidak mendapat banyak masukkan dari klien. Kami tidak menyadarinya hingga benar-benar terlambat. Sangat mudah berpikir bahwa karya yang dihasilkan sudah keren,” ungkap VoterTide.
Terlalu dini bagi pasar
Kebalikan dari poin sebelumnya – terlalu dini untuk tidak melewatkan peluang mendapatkan ketertarikan konsumen juga bisa menjadi alasan kegagalan startup. Atau kadang ide atau kondisi bisnis hanya akan cocok untuk masa mendatang, seperti yang dialami Calxeda: “Kami bergerak lebih cepat dari yang dilakukan konsumen kami. Keputusan kami terlalu dini saat ekosistem OS masih belum sempurna – kami terlalu dini bagi pasar.”
Masih banyak lagi alasan kegagalan bagi startup, namun 10 alasan teratas tersebut paling sering menjadi tanda bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia startup. Hal yang harus dihargai adalah keinginan dari mereka yang mengalami kegagalan untuk berbagi pengalamannya, sehingga orang lain dapat melangkah lebih baik lagi.
Baca Juga : Buat Kamu yang Punya Mimpi Mendirikan Startup
Sebagai media online yang membahas dunia startup teknologi, kami cukup sering menjumpai berbagai macam startup, mulai dari website e-commerce yang hanya sekadar menjual produk, hingga startup yang memanfaatkan teknologi canggih. Di Indonesia, aktivitas startup bisa dibilang semakin menggeliat beberapa tahun belakangan dengan munculnya banyak startup-startup baru.
Sayangnya, banyak startup baru yang meluncurkan produk mereka tanpa pertimbangan dan persiapan yang matang. Berikut adalah enam kesalahan yang sering dilakukan startup baru saat meluncurkan layanan atau produk mereka:
Tidak paham dengan layanan atau produk yang dibuat
Hal terburuk yang kami temui saat melakukan wawancara dengan founder adalah mereka tidak paham 100 persen tentang produk atau layanan yang mereka buat. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal ini bisa terjadi adalah sang founder tidak pernah melakukan riset, tidak sesuai dengan latar belakang atau studi yang ditekuni, dan faktor lainnya. Hasilnya, sang founder akan mengalami kesulitan saat menjelaskan produk mereka kepada investor.
Tips sederhana:
Lakukan riset tentang apa yang Anda buat dan teknologi apa saja yang dilibatkan
Deskripsikan startup Anda sesederhana mungkin
Lakukan riset tentang apa yang Anda buat dan teknologi apa saja yang dilibatkan
Deskripsikan startup Anda sesederhana mungkin
Layanan atau produk tidak siap pakai
Salah satu hal utama sebelum meluncurkan startup adalah memastikan fungsi utama produk Anda sudah siap digunakan atau setidaknya ada minimum viable product (MVP). Misalnya apabila Anda membuat layanan direktori atau marketplace, pastikan Anda telah memiliki database yang lengkap dan mesin pencarian yang handal. Sehingga saat pertama kali dicoba, pengguna dapat mencari apa yang diinginkan dan mendapat pengalaman yang menakjubkan.
Tips sederhana:
Tampilan website atau aplikasi yang menarik dan responsif
Semua sistem dan fitur utama dapat digunakan
Apabila mewajibkan pengguna untuk mendaftar, pastikan buat formulir sesederhana mungkin atau bisa dihubungkan dengan media sosial
Semua sistem dan fitur utama dapat digunakan
Apabila mewajibkan pengguna untuk mendaftar, pastikan buat formulir sesederhana mungkin atau bisa dihubungkan dengan media sosial
Tidak mengetahui target pengguna dan pasar
Saat ini ada lebih dari 250 juta penduduk yang tersebar di geografi yang berbeda dan terbagi menjadi berbagai kalangan dan umur. Dengan menentukan target pasar, selain bisa menyesuaikan produk yang dibuat, Anda juga bisa memproyeksi perkembangan dari pasar dan tentunya proyeksi perkembangan startup Anda. Karena apabila tidak, produk dan model bisnis Anda tidak akan diterima oleh target pasar tersebut. Misalnya saja MalesBanget, startup lokal yang awalnya diluncurkan tahun 2001 tersebut akhirnya harus vakum selama dua tahun karena saat itu penetrasi internet masih rendah di tanah air.
Tips sederhana:
Tips sederhana:
Lakukan riset atau survei untuk mengetahui segmen pengguna apa yang sesuai dengan startup Anda
Sesuaikan layanan atau produk Anda dengan target pengguna atau pasar
Sesuaikan layanan atau produk Anda dengan target pengguna atau pasar
Tidak menyadari kehadiran kompetitor dan tidak memiliki nilai lebih
Kompetitor atau pesaing tidak bisa dihindari dalam bisnis. Hadirnya kompetitor menunjukkan bahwa sektor yang Anda masuki menjanjikan. Dengan banyaknya kompetitor yang menawarkan layanan yang sama, startup harus mempunyai strategi dan inovasi untuk bersaing. Tapi terkadang, beberapa startup baru yang kami temui tidak menyadari kehadiran kompetitor. Bahkan beberapa startup membuat layanan atau produk yang sama persis tanpa memiliki nilai lebih untuk ditawarkan kepada pengguna.
Tanpa nilai lebih yang ditawarkan, startup baru akan sulit bersaing dengan pemain lama dan menarik pengguna beralih menggunakan produk atau layanan Anda. Jadi pastikan startup Anda memiliki nilai lebih yang kuat dibandingkan kompetitor. Hanya mengandalkan tampilan website yang lebih baik bukanlah sebuah nilai lebih yang dapat menarik perhatian pengguna.
Tips sederhana:
Lakukan riset untuk mengetahui siapa saja kompetitor Anda
Memiliki model bisnis yang lebih baik atau lebih menggiurkan bagi pengguna
Produk Anda setidaknya harus lebih baik dari segi tampilan, performa, serta fitur yang ditawarkan
Menggunakan teknologi yang lebih terdepan
Lakukan survei secara berkala untuk mengetahui kebutuhan pengguna layanan Anda
Memiliki model bisnis yang lebih baik atau lebih menggiurkan bagi pengguna
Produk Anda setidaknya harus lebih baik dari segi tampilan, performa, serta fitur yang ditawarkan
Menggunakan teknologi yang lebih terdepan
Lakukan survei secara berkala untuk mengetahui kebutuhan pengguna layanan Anda
Tidak mempunyai model bisnis yang jelas
Hal yang perlu digarisbawahi adalah Indonesia bukan — atau belum menjadi — Silicon Valley. Belum ada riset atau survei tentang tingkat konversi konsumen di Indonesia yang akan beralih dari layanan gratis ke berbayar. Bahkan apabila Anda memiliki produk yang benar-benar diperlukan, belum tentu banyak penduduk di tanah air yang rela membayar.
Jadi apabila Anda ingin meluncurkan startup, pastikan telah memiliki model bisnis atau setidaknya telah merencanakan model bisnis yang jelas dan bisa diterapkan di negara ini. Selain itu, Anda juga harus mempunyai proyeksi berapa besar pendapatan yang akan diperoleh ke depannya.
Kesalahan lain yang tidak kalah penting dan sering kami temui pada startup baru adalah mengambil persentase komisi terlalu tinggi. Misalnya apabila startup Anda mendapat komisi dari setiap transaksi, akan lebih baik apabila dimulai dengan persentase yang lebih kecil kemudian ditingkatkan secara berkala. Selain untuk menarik pengguna, hal ini juga bermanfaat untuk mencegah kompetitor yang membuat layanan serupa dengan persentase komisi yang lebih kecil.
Tips sederhana:
Adaptasi model bisnis dari startup lain yang mempunyai layanan serupa
Rencanakan lebih dari satu model bisnis yang bisa diterapkan
Model bisnis harus sesuai dengan target pasar
Adaptasi model bisnis dari startup lain yang mempunyai layanan serupa
Rencanakan lebih dari satu model bisnis yang bisa diterapkan
Model bisnis harus sesuai dengan target pasar
Tidak mempunyai proyeksi atau rencana ke depan
Anda mungkin bertanya mengapa hal ini penting atau berpendapat bahwa hal ini terlalu dini untuk dipikirkan. Padahal, proyeksi ke depan merupakan salah satu hal penting bagi startup menentukan langkah dan target. Dengan memiliki proyeksi dan rencana ke depan, Anda bisa mengetahui bagaimana alur pertumbuhan startup Anda dan mengetahui apakah startup Anda sudah berjalan di jalur yang tepat atau tidak.
Selain itu, dengan mengetahui lebih dini jika startup Anda tidak berjalan sesuai rencana, Anda dapat mengubah direksi (pivot) ke jalur yang lebih tepat. Dengan cara ini, Anda tidak perlu menunggu kehabisan dana atau sumber daya terlebih dahulu sebelum menyadari apakah jalur yang ditempuh benar atau tidak. Proyeksi dan rencana ke depan bahkan terkadang bisa menjadi salah satu pertimbangan investor untuk berinvestasi di sebuah startup.
Tips sederhana:
Targetkan berapa pengguna yang bisa Anda peroleh dalam jangka waktu tertentu sebagai salah satu key performance index (KPI)
Rencanakan pengembangan (scaling) produk atau layanan Anda
Rencanakan pengembangan (scaling) produk atau layanan Anda